Data-data klinis yang ada menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang erat antara gangguan metabolisme selular dengan karsinogenesis. Data epidemiologis lebih lanjut menunjukkan hubungan yang erat antara diabetes, hiperinsulinemia dengan risiko beberapa kanker utama seperti payudara, kolorektal, paru dan ginjal. Kanker saat ini dipandang sebagai penyakit disregulasi metabolisme sel, di mana insulin sebagai faktor pertumbuhan, jalur AMPK sebagai sensor energi dan jalur mTOR sebagai jalur sintesis protein mempunyai peranan penting.
Klasifikasi fungsional anemia mempunyai tiga kategori mayor, yakni: gangguan produksi sumsum tulang (hipoproliferasi), gangguan maturasi sel darah merah (eritropoiesis inefektif) dan penurunan kesintasan sel darah merah (perdarahan/hemolisis). Anemia hipoproliferatif secara khas dapat dilihat dengan adanya indeks produksi retikulosit yang rendah disertai dengan tiadanya atau sedikit perubahan pada morfologi eritrosit (anemia normokrom normositik). Gangguan maturasi secara khas memberikan indeks produksi retikulosit yang sedikit meningkat disertai dengan gambaran eritrosit makrositik atau mikrositik. Peningkatan destruksi eritrosit sekunder oleh karena hemolisis menghasilkan peningkatan indeksi retikulosit paling sedikit tiga kali di atas normal dengan catatan cadangan besi mencukupi. Anemia hemorrhagik tidak secara khas memberikan peningkatan indeks produksi retikulosit di atas 2-2,5 kali normal oleh karean adanya keterbatasan perluasan sumsum tulang oleh ketersediaan besi. Gagal ginjal akut tetap merupakan suatu komplikasi penyakit sistemik dengan tingkat mortalitas tinggi, baik itu dalam situasi unit rawat intensif ataupun unit rawat biasa. Terapi dialisis akut yang dilaksanakan dengan indikasi yang sesuai dapat memberikan perbaikan dalam kesintasan dan juga penurunan morbiditas pada pasien dengan gagal ginjal akut. Pemilihan modalitas terapi dialisis pada gagal ginjal akut dapat disesuaikan dengan kapasitas masing-masing pusat terapi, oleh karena tidak ada perbedaan signifikan terhadap luaran berdasarkan pemilihan modalitas terapi. Sindrom metabolik dan nefropati diabetik merupaka keadaan yang sering dijumpai bersamaan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Secara patogenesis mereka saling bersinggungan dan terutama meningkatkan risiko kejadian PKV secara signifikan. Terapi pada keadaan ini harus ditujukan untuk mengendalikan faktor risiko seperti hipertensi, resistensi insulin, dislipidemia dan keadaan protrombotik seoptimal mungkin dalam rangka menurunkan risiko kejadian PKV pasien DMT2. Klik link di samping ini untuk melihat konten lebih lengkap. Unduh Hipokalemia merupakan kelainan yang sering ditemukan pada kondisi perawatan pasien di rumah sakit, namun sampai sekarang masih sering dianggap sebagai kelainan komorbid belaka. Usaha-usaha untuk meningkatkan diagnosis etiologik hipokalemia harus dilakukan mengingat kesederhanaan dari pendekatan dan pentingnya pengenalan keadaan hipokalemia dengan risiko tinggi. Pendekatan diagnosis hipokalemia dengan TTKG dapat diterapkan untuk menegakkan diagnosis etiologik hipokalemia. Penghitungan TTKG yang sederhana dan penggabungan dengan kondisi asam basa serta status tekanan darah pasien dapat menegakkan sebagian besar kasus hipokalemia dengan meyakinkan. Ketoasidosis diabetikum (KAD) tidak memiliki suatu definisi yang disetujui secara universal dan beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini dengan menggunakan kriteria kadar beta-hidroksibutirat plasma. Teknik ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab diagnosis. Alberti mengusulkan untuk menggunakan definisi kerja KAD sebagai keadaan diabetes tidak terkontrol berat disertai dengan konsentrasi keton tubuh >5 mmol/L yang membutuhkan penanganan darurat menggunakan insulin dan cairan intravena. Keterbatasan dalam ketersediaan pemeriksaan kadar keton darah membuat American Diabetes Association menyarankan penggunaan pendekatan yang lebih pragmatis, yakni KAD dicirikan dengan asidosis metabolik (pH <7,3), bikarbonat plasma <15 mmol/L, glukosa plasma >250 mg/dL dan hasil carik celup plasma (≥ +) atau urin (++). American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan KAD sebagai suatu trias yang terdiri dari ketonemia, hiperglikemia dan asidosis (gambar 1). Patut diperhatikan bahwa masing-masing dari komponen penyebab KAD dapat disebabkan oleh karena kelainan metabolik yang lain, sehingga memperluas diagnosis bandingnya. Tabel 1 (satu) memberikan suatu klasifikasi empiris mengenai KAD dan derajatnya dibandingkan dengan suatu kelainan yang serupa namun memerlukan penanganan yang sedikit berbeda yakni koma hiperglikemik hiperosmolar (KHH). Klik link di samping untuk melihat konten lebih lanjut. Unduh Koma adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh karena adanya gangguan terhadap sistem aktivasi retikular, baik oleh penyebab mekanis struktural seperti lesi kompresi atau oleh penyebab metabolik destruktif seperti hipoksia dan overdosis obat. Keragaman penyebab koma memerlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai mekanisme dan gambaran klinis koma yang berbeda-beda tergantung penyebabnya. Koma merupakan kondisi kegawat-daruratan yang memerlukan penatalaksaan yang cepat namun akurat, oleh karena penyebab koma yang beragam, penatalaksanaan yang secara signifikan berbeda dan dampak luas yang ditimbulkannya. Langkah utama dalam penatalaksanaan koma ada membedakan mekanisme penyebabnya, apakah berupa kelainan struktural atau metabolik, dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis serta diagnostik yang terarah. Setelah penyebab koma diketahui terapi dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan penyebab koma tersebut. Pada dasarnya prognosis koma adalah buruk, namun untuk koma-koma yang mempunyai penyebab-penyebab reversibel usaha penuh harus dilakukan untuk memulihkan keadaan penyebabnya. Prognosis terbaik untuk koma metabolik dapat ditemukan pada pasien dengan koma hepatikum, namun usaha yang baik harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ensefalopati. Klik link di samping untuk melihat artikel secara lengkap. Unduh Transient elastography merupakan suatu metode baru untuk membantu diagnosis fibrosis dan sirosis pada pasien NAFLD, dengan akurasi diagnostik yang cukup baik. Sampai saat ini, TE merupakan metode diagnostik non-invasif terbaik untuk mendeteksi adanya fibrosis dan sirosis pada NAFLD. TE dapat digunakan untuk membedakan ada/tidaknya fibrosis, fibrosis ringan dari berat/lanjut dan adanya sirosis pada pasien NAFLD, sehingga membantu untuk membuat keputusan mengenai agresivitas terapi. TE dengan parameter CAP dapat digunakan untuk membantu kuantifikasi steatosis pada pasien NAFLD. Klik link di samping untuk melihat artikel lengkapnya. Unduh Thalassemia saat ini merupakan permasalahan kesehatan yang semakin besar di negara-negara berkembang, seiring dengan perbaikan taraf kehidupan dan layanan kesehatan maka akan semakin banyak penderita thalassemia yang mencapai usia dewasa. Pemberian terapi transfusi secara menahun akan mengakibatkan penderita thalassemia menderita kelebihan beban besi dengan segala akibat dan komplikasinya. Terapi dengan kelasi besi baik secara oral maupun intravena telah menunjukkan manfaat yang baik dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas pasien dengan hemosiderosis sekunder. Tidak ada perbedaan bermakna antara efektivitas terapi kelasi besi yang berbeda, sehingga pemilihan didasarkan pada preferensi dan ketersediaan obat di masing-masing tempat. Terapi kelasi besi dan transfusi walaupun telah memberikan manfaat yang besar, namun oleh karena biaya dan ketersediaan yang masih terbatas tetap belum dapat diimplementasikan secara luas, sehingga pencegahan tetap merupakan modalitas utama dalam menurunkan risiko thalassemia. Klik link disebelah untuk informasi lebih lanjut. Unduh |
Penulisdr. Stevent Sumantri Sp.PD ArchivesCategories
All
|